![]() |
| Uchky Adi Saputra, S.E., CPS, CMM, CDC (Foto Kiri) |
LintasPortal.com - Memasuki tahun baru, resolusi keuangan kembali menjadi perhatian banyak masyarakat. Mulai dari target menabung, melunasi utang, hingga berinvestasi, resolusi keuangan kerap dibuat dengan penuh semangat. Namun, tidak sedikit yang gagal dijalankan karena tidak disusun secara realistis dan terukur.
Financial Planner Uchky Adi Saputra, S.E., CPS, CMM, CDC menilai bahwa kegagalan resolusi keuangan umumnya disebabkan oleh kurangnya evaluasi kondisi keuangan di awal.
“Resolusi keuangan sering dibuat terlalu tinggi tanpa melihat kemampuan finansial. Padahal, perencanaan keuangan yang baik harus dimulai dari data, bukan sekadar keinginan,” ujar Uchky.
Evaluasi Kondisi Keuangan Jadi Langkah Awal
Menurut Uchky, langkah pertama dalam menyusun resolusi keuangan adalah memahami kondisi keuangan pribadi secara menyeluruh. Evaluasi ini mencakup total pendapatan, pengeluaran rutin, cicilan utang, serta dana darurat dan investasi.
Sebagai contoh, seseorang dengan pendapatan Rp8 juta per bulan dan pengeluaran rutin Rp6,5 juta, secara realistis hanya memiliki ruang sekitar Rp1–1,5 juta untuk tabungan dan investasi. Jika tetap memaksakan target menabung Rp3 juta per bulan, resolusi tersebut berpotensi gagal di tengah jalan.
“Resolusi yang baik itu sesuai dengan arus kas. Kalau cash flow-nya sempit, target harus disesuaikan,” jelasnya.
Target Keuangan Harus Spesifik dan Terukur
Uchky menekankan bahwa resolusi keuangan harus memiliki angka dan batas waktu yang jelas. Resolusi seperti ingin lebih hemat dinilai terlalu abstrak dan sulit diukur keberhasilannya.
Ia menyarankan penggunaan target yang spesifik, misalnya:
- Menabung Rp1 juta per bulan selama 12 bulan
- Melunasi kartu kredit senilai Rp6 juta dalam 6 bulan
- Mengumpulkan dana darurat minimal 3–6 kali pengeluaran bulanan
Ilustrasi Kasus: Resolusi yang Realistis Lebih Mudah Tercapai
Uchky memberikan ilustrasi kasus sederhana.
Seorang karyawan swasta bernama Andi memiliki penghasilan Rp10 juta per bulan, dengan pengeluaran rutin dan cicilan sebesar Rp7 juta. Awalnya, Andi menargetkan menabung Rp4 juta per bulan, namun gagal konsisten karena kebutuhan mendadak.
Setelah melakukan evaluasi, target Andi diturunkan menjadi:
- Tabungan: Rp2 juta per bulan
- Investasi: Rp500 ribu per bulan
- Dana sisa untuk kebutuhan tak terduga: Rp500 ribu
“Resolusi keuangan yang diturunkan bukan berarti gagal, justru itu bentuk perencanaan yang sehat,” ujar Uchky.
Anggaran dan Otomatisasi Jadi Kunci Disiplin
Agar resolusi keuangan berjalan efektif, Uchky menyarankan penyusunan anggaran bulanan dan penggunaan sistem otomatisasi, seperti autodebet tabungan dan investasi setiap kali menerima gaji.
Data perencanaan keuangan menunjukkan bahwa individu yang menggunakan sistem otomatis memiliki peluang lebih besar untuk konsisten menabung dibandingkan yang melakukannya secara manual.
Investasi untuk Pertumbuhan Keuangan Jangka Panjang
Selain menabung, Uchky juga mendorong masyarakat untuk mulai berinvestasi sesuai profil risiko. Investasi dinilai penting untuk menjaga nilai uang dari inflasi sekaligus mencapai tujuan keuangan jangka panjang.
“Menabung menjaga likuiditas, investasi membantu pertumbuhan. Keduanya harus seimbang dalam resolusi keuangan,” jelasnya.
Disiplin dan Evaluasi Berkala Menentukan Keberhasilan
Di akhir, Uchky menegaskan bahwa resolusi keuangan bukan sekadar target awal tahun, melainkan proses yang harus dievaluasi secara berkala.
“Resolusi keuangan yang berhasil bukan yang paling ambisius, tetapi yang paling konsisten dijalankan. Dengan target realistis dan evaluasi rutin, keuangan akan jauh lebih sehat,” pungkasnya.
