![]() |
| Foto: Pamflet pelantikan PC GP Ansor Surabaya. (Ist) |
LintasPortal.com - Menjelang pelantikan Pengurus Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor (PC GP Ansor) Kota Surabaya yang dijadwalkan berlangsung pada 12 November 2025, muncul gelombang kritik dari sejumlah kader. Mereka menilai, pelantikan tersebut justru memperkuat kesan bahwa dinamika organisasi Ansor Surabaya saat ini telah keluar dari garis khidmah dan prinsip kepatuhan terhadap induknya, Nahdlatul Ulama.
Polemik ini bermula dari Konferensi Cabang (Konfercab) XX GP Ansor Surabaya yang digelar pada awal tahun 2025, di mana Ahnaf terpilih sebagai Ketua PC GP Ansor Surabaya. Proses pemilihan tersebut menuai banyak sorotan karena diduga terjadi pelanggaran terhadap mekanisme dan aturan organisasi, mulai dari verifikasi peserta, tata tertib pemilihan, hingga pengesahan hasil konferensi. Kisruh itu menimbulkan ketegangan antar-kader dan memunculkan krisis kepercayaan terhadap legitimasi kepengurusan baru.
Kritik tajam disampaikan oleh M. Mustofa, kader Ansor Garis Lurus, yang menilai pelantikan kali ini tidak hanya cacat prosedur, tetapi juga mencederai nilai berkhidmat yang menjadi dasar perjuangan Ansor.
"Bukti-bukti sudah saya pegang. Di dalam proses pemilihan Ketua Ansor Surabaya waktu Konfercab XX, terdapat pelanggaran aturan yang nyata — mulai dari mekanisme yang ditabrak hingga dugaan pemalsuan dokumen," tegas Mustofa, Senin 10 November 2025.
Lebih lanjut, Mustofa menilai dinamika yang terjadi di Surabaya menjadi preseden buruk karena menunjukkan ketidakpatuhan struktur Ansor terhadap Nahdlatul Ulama (NU), yang semestinya menjadi induk dan pembimbing dalam garis perjuangan.
Ia juga menyesalkan adanya dukungan pemerintah daerah terhadap pelantikan tersebut. Menurutnya, Wali Kota Surabaya semestinya berhati-hati memfasilitasi kegiatan organisasi yang tengah menghadapi persoalan legitimasi internal.
"Kami menyesalkan kenapa Wali Kota Surabaya memfasilitasi pelantikan PC GP Ansor Surabaya yang notabene di dalamnya banyak kecacatan ketika Konfercab di Jakarta," kata Mustofa.
Ia menilai, sikap diam dan pembiaran dari berbagai pihak menandakan melemahnya semangat tashih (perbaikan) dalam tubuh organisasi.
"Kami bukan menolak pelantikan, tapi menolak cara-cara yang mengkhianati nilai perjuangan. Ansor lahir dari ketaatan dan kejujuran; jangan dikotori dengan kepentingan sesaat," lanjutnya.
Mustofa menegaskan, dirinya bersama kader-kader lain akan terus menyerukan koreksi dan penegakan aturan organisasi, agar GP Ansor Surabaya kembali pada ruh perjuangan aslinya: menjaga marwah, mengabdi kepada NU, dan berkhidmat kepada umat dengan penuh keikhlasan.
"Ini bukan soal jabatan, tapi soal marwah dan kebenaran. Kalau aturan ditabrak, maka organisasi kehilangan arah. Kami ingin Ansor kembali lurus — sebagaimana diajarkan para muassis dan ulama kita," tutupnya. (*)
