Pokja Judes Diskusi Obral-Obrol Soal Marak Pungli di Surabaya


Foto: Diskusi Obral-Obrol Pokja Judes.

LintasPortal.com - Judes Indonesia gelar diskusi "Obral-Obrol" kesekian kali bertemakan "Pungli, Tradisi dan Semangat Antikorupsi" di gedung Presroom DPRD Kota Surabaya, Kamis (02/03/23).

Kegiatan Obral-Obrol inspirasi, diskusi dan solusi dihadiri narasumber anggota DPRD Kota Surabaya Budi Leksono dan Herlina Harsono serta Siti Lailatus Sofie S, M.SOSIO Dosen Sosiologi Universitas W. R Soepratman.

Dalam kesempatan live streaming Judes Indonesia, Budi Leksono menyampaikan bahwa tradisi pungli di manapun masih ada terus walaupun ada upaya memberantas pungli secara maksimal. "Contoh Walikota Eri sudah memberikan sanksi-sanksi yang sangat keras terhadap jajarannya," kata Sekretaris Komisi A Bagian Pemerintahan DPRD Kota Surabaya ini. 

Lanjut Haji Buleks sapaan akrabnya, tentu dari lembaga DPRD Kota Surabaya getol melakukan pengawasan dari sisi regulasi maupun sistem pelayanan yang sekiranya rawan terjadi pungli kepada masyarakat Surabaya. 

"Tentunya kita harus bersama-sama untuk memerangi tradisi pungli. Disisi lain pungli terjadi bisa diberbagai sudut dimana itu kalau ada pengurusan domisili, perizinan serta pengurusan lainnya lewat jalur tol. Jadi selain meminimalisir pungli juga kesadaran masyarakat turut membantunya," imbuh elit politik DPC PDI Perjuangan Surabaya ini.

Haji Buleks mengungkapkan disisi lain Pemkot Surabaya sudah melakukan urbanisasi yaitu pelayanan hingga di tingkat bawah maupun secara luas sudah menggunakan sistem online yang harus kita dukung. 

"Bahkan sekarang sampai urusan kecil seperti KTP di tingkat RT/RW sudah memiliki aplikasi online. Sehingga kami meminta agar pengurusan pengurusan domisili lebih dipermudah. Apalagi banyak sekali warga di Surabaya Timur status tempat tinggalnya sewa. Saya rasa bukti sewa dengan notaris dilampirkan itu sudah cukup memenuhi syarat untuk domisili untuk mempermudah warga," ungkap dia. 

Sementara itu, Siti Lailatus Sofiyah S, M.SOSIO Dosen Sosiologi Universitas W. R Soepratman sangat mengapresiasi kegiatan diskusi rutin yang digagas Judes Indonesia. Sebab dalam diskusi positif ini sangat membantu dan memberikan edukasi positif bagi warga Surabaya. 

"Kegiatan sangat bagus, karena salah satu upaya jurnalis melakukan proses pengawalan partisipasi masyarakat bersama-sama. Sehingga perlu diskusi kajian yang dibutuhkan masyarakat," ungkap dosen sosiologi ini. 

Bu Sofie sapaan akrabnya menjelaskan topik pungli serta tradisi yang lagi hangat-hangatnya terjadi di mana-mana. Sebetulnya masyarakat sekarang partisipasinya lebih tinggi dan memiliki keberanian melakukan proses pengawalan transformasi sosail bersama-sama. 

"Dirinya mengakui bahwa tradisi pungli ini fenomena lazim masih terjadi di berbagai pelayanan masyarakat," ujarnya. 

Menurutnya, fenomena tradisi pungli ini merupakan penyakit suka-suka kambuh seperti siklus sosial fenomena. Bahkan sudah banyak informasi disampaikan media-media Walikota sudah melakukan upaya-upaya yang sangat tegas begitu juga legislatif yang mengawal regulasi-regulasi pemerintah bisa terlaksana dengan baik. 

"Bagaimana keberadaan dalam konteks tradisi pungli ini perlu adanya partisipasi masyarakat untuk menciptakan pemerintah good goverment yakni transparasi dan kejujuran. Salah satunya kunci untuk menekan tradisi pungli partisipasi berjemaah masyarakat yang sangat berperan memberikan edukasi," tuturnya. 

Menurutnya, dalam praktek sosial memiliki kategori kebiasaan atau tradisi lazim di masyarakat tidak bagus harus di perbaiki bersama secara perlahan.

"Tradisi pungli yang formal maupun tidak formal terjadi tidak serta merta berjalan sendiri tanpa ada arena atau bisa dimainkan berbagai pihak yang berkepentingan dimana servis sosial ataupun transaksi itu bisa terjadi. Jadi kembali lagi dibutuhkan peran kesadaran sosial   masyarakat memberikan edukasi bersama," ungkapnya. 

Menanggapi keluhan warga Surabaya mengeluh tarikan-tarikan masih terjadi di dunia pendidikan. Herlina Harsono anggota Komisi D Bidang kesra DPRD Kota Surabaya menyampaikan bahwa tradisi pungli banyak terjadi dilingkungan aparatur pemerintahan yang seharusnya pelindung pengayom masyarakat. 

"Sebenarnya tradisi pungli tidak hanya di dunia pendidikan saja di mana-mana juga banyak. Misalkan di pendidikan, pembangunan, ekonomi, pajak dan lainnya. Apalagi terbitnya regulasi pemerintahan berada di komisi lain yang membidangi melakukan pengawasan," ucap elit politik Demokrat Surabaya ini. 

Mengapa dunia pendidikan menjadi sorotan partisipasi masyarakat. Menurutnya, ada penerimaan siswa baru setiap tahun. 

"Apakah kegiatan sekolah negeri bisa dianggap gratis, tidak serta merta seperti itu. Kalau siswanya kategori keluarga mampu maka harus dipisahkan sendiri, jika siswa betul-betul terbukti keluarga tidak mampu sesuai kriteria barulah diberi seragam gratis," ungkap dia. 

Herlina mengungkapkan, kegiatan sekolah negeri tidak ada tarikan maupun pungutan di sekolah. Jika ada itu bisa dipastikan dilakukan oleh oknum di sekolahan. 

"Tarikan uang di sekolah itu biasanya wujud dari ide kelompok siswa ingin melakukan kegiatan tidak wajib. Namun disisi lain oknum-oknum dari sekolah memanfaatkan dan mewajibkan siswanya harus mengikuti kegiatan dan wajib membayar iuran siswa tersebut," kata dia. 

Lanjutnya, bahwa dipastikan Dinas Pendidikan Surabaya tidak memiliki anggaran kegiatan tambahan yang digagas wali murid maupun siswa. "Maka saya berharap peran wali murid serta masyarakat juga ikut memerangi tradisi pungli yang terjadi di dunia pendidikan. Tujuannya dinas pendidikan sudah mempermudah dan gratis untuk sekolah negeri di Surabaya jangalah dipersulit," pungkas dia. (*/LP2)