Soleh Ayubi Siap Digitalisasikan Sistem Kesehatan Indonesia

Foto: Soleh Ayubi
LintasPortal.com - Karirnya sudah terbilang mapan di negeri Paman Sam. Tetapi Soleh Ayubi melepaskan semuanya itu. Ia kembali ke Tanah Air, setelah ditunjuk menjadi Chief Digital Healthcare Officer PT Bio Farma (Persero). Tugasnya tidak mudah. Mendigitalisasikan sistem kesehatan di Indonesia mulai dari hulu hingga hilir.

Nama Soleh Ayubi tidak begitu populer di Tanah Air, sebelum ia ditunjuk menjadi salah satu direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Agustus tahun 2020 lalu. Pria lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini memiliki karir yang mapan di Amerika Serikat. Saat dunia, termasuk Indonesia, dilanda krisis kesehatan pada 2020 lalu, Ayubi memutuskan kembali ke Tanah Air, setelah malang melintang di berbagai perusahaan dan institusi kesehatan di Amerika Serikat.

Setelah lulus kuliah dari jurusan Informatika ITB tahun 2005, Ayubi sempat berkarir di Pertamina selama dua tahun. Namun, meski sudah bekerja di salah satu BUMN terkemuka di Tanah Air, Ayubi masih menyimpan ganjalan di hatinya. Ia ingin berkarir di dunia kesehatan. Tahun 2001, saat lulus sekolah menengah atas (SMA) dan mengikuti tes masuk perguruan tinggi negeri, pria kelahiran Pemalang ini, selain memilih jurusan Informatika ITB, ia juga memilih jurusan Kedokteran UGM sebagai alternatif kedua. Ia mengaku sangat berharap bisa diterima di Fakultas Kedokteran UGM. “Kebetulan di keluarga saya juga banyak yang dokter,” ujarnya.

Sebagai seorang sarjana Informatika, banyak hal yang bisa dilakukannya di dunia kesehatan. Adopsi teknologi di dunia kesehatan, menurutnya, ketinggalan jauh dibandingkan industri yang lain, seperti perbankan dan media. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di belahan dunia lainnya. Penyebabnya, bukan karena masalah sumber daya (resources). Tetapi, menurut Ayubi, karena bayak aspek, seperti budaya (culture), kompleksitas bisnis healthcare itu sendiri, dan juga regulasi. Selain itu, juga terkait dengan dampak (impact) dari penggunaan teknologi pada sektor healthcare. Kalau di industri keuangan, kesalahan pada IT dampaknya bisa berupa salah kirim uang atau uang raib. “Tetapi kalau di healthcare, salah teknologi nyawa orang bisa melayang,” ujarnya.

Masalah adopsi teknologi pada sektor kesehatan inilah yang ingin dipecahkan oleh Ayubi sebagai sarjana Informatika lulusan salah satu kampus terbaik di Indonesia. Karena itu, pada tahun 2008, ia memutuskan berhenti bekerja di Pertamina dan melanjutkan kuliah PhD jurusan Health and Rehabilitation Science di University of Pittsburgh, Pennsylvania. “Kebetulan waktu itu dapat funding dari U.S Department of Defense,” ungkapnya.

Ayubi meyelesaikan pendidikannya di University of Pittsburgh selama empat tahun. Karena dibiayai oleh Departemen Pertahanan AS, ia pun menjalani ikatan dinas dengan bekerja di rumah sakit militer di Amerika Serikat. Tahun 2013, setelah selesai kontrak, Ayubi pun pindah ke Boston Children’s Hospital, rumah sakit pusat untuk anak di Amerika Serikat. Ini juga menjadi rumah sakit utamanya Harvard Medical School. Saat bekerja di rumah sakit tersebut, Ayubi banyak berinteraksi dengan Harvard Medical School dan MIT (Massachusetts Institute of Technology), serta dengan perusahaan farmasi dan kesehatan di Boston.

Kemudian setelah sekitar 4 tahun di Boston Children’s Hospital, Ayubi memutuskan pindah ke United Health Group. Ini merupakan perusahaan holding healthcare yang membawahi 350 anak perusahaan. Bisnisnya bermacam-macam mulai dari asuransi, jaringan apotek, klinik, rumah sakit, keuangan, konsultan hingga teknologi. Perusahaan ini memiliki jaringan apotek sebanyak 67.000 di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa Barat dan Eropa Timur. Di sini, Ayubi menjabat sebagai Director – Innovation, Research & Development. Tugasnya, mirip-mirip dengan yang dilakukannya di perusahaan-perusahaan sebelumnya yaitu membawa teknologi terkini ke industri healthcare.

Sekitar 2,5 tahun di UnitedHealth Group, Juli 2019, ia pindah ke perusahaan lain yaitu Novo Nordisk yang berbasis di Seattle. Novo Nordisk merupakan perusahaan penyedia insulin diabetes. Ayubi mengatakan sekitar 60% insulin di dunia ini diproduksi Novo Nordisk. Perusahaan ini juga merupakan perusahaan pertama yang menciptakan insulin untuk membantu para penderita diabetes.

Di Novo Nordisk, Ayubi menjadi Head of Digital Therapeutics Research and Data Science. Ia membawahi tim, yang tidak hanya di Seattle, tetapi juga Virginia, Washington DC, dan Los Angeles. “Saya juga punya tim besar di Eropa di Copenhagen, Amsterdam, London, Madrid, Barcelona. Mungkin 40% waktu saya itu di Eropa waktu itu,” ujarnya.

Novo Nordisk menjadi persinggahan terakhir Ayubi di negeri Pam Sam, sebelum kemudian bergabung dengan Bio Farma. Melihat perjalanan karirnya di Amerika Serikat, ia mengatakan, apa yang menjadi tujuannya hijrah ke negeri tersebut sudah tercapai. Ia sudah mendapatkan pengetahuan (knowledge), pengalaman kerja, jaringan baik dari perusahaan-perusahaan besar maupun universitas, dan menyerap budaya setempat. “Saya merasa sudah komplit apa yang saya cari. Jadi untuk industri healthcare itu, rumah sakit saya pernah, asuransi saya pernah, jaringan apotek saya pernah, terakhir perusahaan obat juga saya pernah,” ujarnya.

Pulang Kampung

Tahun 2019, Ayubi merasa sudah meraih semua yang diimpikannya ketika pindah ke Amerika Serikat tahun 2008 silam. “Pertanyaanya, what’s next? What’s next-nya kebetulan berbarengan dengan datangnya pandemi Covid ini. Dari situ saya memulai berkomunikasi dengan beberapa orang di Indonesia. Mungkin ini saatnya saya pulang karena saya merasa apa yang saya cari-cari di sana sudah saya temukan. Kemudian saya pikir pandemi ini harus dikelola dengan benar. Bagaimana cara menyediakan vaksinnya, kemudian tracing, testing, peningkatan kapasitas rumah sakit dan seterusnya,” cerita Ayubi.

Di saat itulah, ia mengaku berkenalan dengan Budi Gunadi Sadikin, yang saat itu masih sebagai Wakil Menteri BUMN I. Ayubi juga berkenalan dengan Honesti Basyir, Direktur Utama Bio Farma. “Ngobrol-ngobrol lumayan lama, mungkin 2 bulan. Dua bulan kita banyak diskusi program dan seterusnya. Sampai pada satu titik, ditawari kenapa enggak join saja dengan BUMN? Oh, boleh juga. Saya mengikuti prosesnya. Wawancara, assessment, dan seterusnya, sampai terakhir wawancara dengan banyak orang, termasuk dengan Pak Erick Thohir. Kesimpulannya ditawari untuk bergabung dengan Bio Farma,” ceritanya.

Ayubi mengaku keputusan untuk kembali ke Tanah Air menjadi direksi di salah satu BUMN kesehatan, merupakan salah satu persimpangan yang sulit dalam perjalanan hidupnya. “Karena saya sendiri di sana (Amerika) dalam posisi yang sudah mapan dan posisi terakhir saya di sana juga sudah level direktur. Kemudian dua anak saya lahir di sana, itu tanah kelahiran mereka. Ketika harus memutuskan pulang ke Indoneisa itu bukan keputusan yang gampang. Saya sudah 13 tahun di sana, jadi sesuatu yang susah sekali diputuskan,” ujarnya.

Tetapi yang menguatkan langkahnya untuk kembali ke Tanah Air pada tahun 2020 lalu adalah melihat fakta saat itu setiap hari 300 hingga 400 orang di Indonesia meninggal akibat Covid-19. Positivity rate saat itu di Indonesia mencapai 25%, angka yang mengerikan. Di sisi lain, pengadaan vaksin juga masih gelap gulita. “Mungkin ini saatnya saya harus pulang, dan (kemudian) memutuskan pulang,” ujarnya mengenang.

Ayubi pun kembali ke Indonesia pada 31 Agustus 2020. Kemudian pada 2 September 2020, ia masuk kerja sebagai salah satu direksi di Bio Farma. Selain aktif di Bio Farma, saat ini, Ayubi juga masih mengajar di Harvard Medical School. Ia juga mengajar di almamaternya di School of Business and Management ITB. Selain aktifitas formal tersebut, Ayubi juga menjadi koordinator untuk Forum Human Capital Indonesia (FHCI). Ini adalah forum para direksi dan komisaris yang berusia di bawah 42 tahun.

Bukan Mencari Gaji

Dengan perjalanan karir yang cemerlang di Amerika Serikat, jelas gaji bukanlah yang dicari Ayubi di BUMN. Malah, ungkapnya, gajinya turun bila dibandingakan sebagai direktur perusahaan di Amerika. “Mengejar jadi terkenal juga buat apa, saya bukan artis juga,” ujarnya.

Tetapi, ada satu hal yang selalu menjadi spiritnya. Semangat yang semakin ke sini, semakin dia rasakan. Apa itu? “Waktu kita enggak lama sebenarnya. Waktu kita sebagai human, untuk punya legacy yang bagus itu enggak lama sebenarnya. Berapa sih fine-finenya orang? 5 tahun, 10 tahun? 5 tahun, 10 tahun itu kalau pingin buat legacy yang bagus itu waktu yang sangat cepat sebenarnya,” ujarnya.

Karena itulah, bagi Ayubi, mumpung dipercaya untuk menduduki suatu posisi yang bagus, mumpung masih sehat, mumpung masih muda, ya buatlah suatu legacy.”Jadi do something meaningful. Itu yang saya pegang,” ujarnya.

Saat berdiskusi dengan Menteri BUMN Erick Thohir, Ayubi juga menangkap spirit yang sama. “Beliau banyak mengeluarkan keputusan yang pro dengan anak muda, keputusan yang pro dengan perempuan. Misalkan yang baru saja keluar, keputusan Penyertaan Modal Negara (PMN) itu yang sangat transparan, sangat jelas. Kalau saya tanya, itu bahasanya, ‘mas mumpung saya pegang, mumpung tanda tangan saya masih laku.’ Jadi bahasa-bahasa seperti itu, yang mumpung saya melakukan kebijakan bagus, mumpung saya menterinya. Nanti kalau menterinya dipegang oleh yang tidak mengerti bisnis bagaimana? Bahasa aji mumpung itu harus dipakai ketika kita mau melakukan sesuatu yang bagus,” ujarnya.

Foto: Soleh Ayubi Dengan Menteri BUMN Erick Thohir
Masih terkait mumpung, Ayubi mengatakan mumpung saat ini sedang pandemi Covid-19. Sekaranglah momentum yang tepat untuk memperbaiki sektor kesehatan. Pandemi ini membuat perhatian terhadap sektor kesehatan termasuk terhadap BUMN yang bergerak di sektor ini sedang tinggi. “Dalam sejarahnya BUMN farmasi, itu sekali-kalinya kita melakukan PMN, jadi disuntik modal negara itu tahun kemarin. Dan itu kita enggak minta, ditawarin. Itu dalam sejarahnya healthhcare Indonesia, BUMN ditawari PMN. BUMN yang lain minta-minta, kita ditawarin,” ujarnya.

Semesta sedang mendukung. Semua orang saat ini pasti mendukung perbaikan sektor kesehatan. Dan momentum ini, menurut Ayubi tidak akan berlangsung lama. “Mungkin nanti ketika pandemi ini hilang, healthcare jadi anak tiri lagi. Dalam 130 tahun berdirinya Bio Farma, tahun 2020 itu masa keemasannya. Dikunjungi Presiden, dikunjungi menteri bolak-balik, dikunjungi pejabat bolak-balik. Sebelumnya? Enggak ada. Makanya sekarang mumpung begitu, mumpung sekarang sedang seperti ini, ayo kita perbaiki healtcare sistemnya Indonesia,” ujarnya.

Mendigitalisaiskan BUMN Kesehatan

Banyak pekerjaan yang dilakukan Ayubi sebagai Chief Digital Healthcare Officer PT Bio Farma (Persero). Bio Farma sendiri adalah sebuah holding BUMN farmasi yang membawahi Kimia Farma dan Indofarma. Bisnis holding farmasi ini membentang dari R&D, manufaktur hingga bisnis ritel. “Jadi, kalau ngomongin end to end healthcare ekosistem, kita itu hampir komplit, kecuali asuransi kita enggak punya,” ujarnya.

Sebagai Chief Digital Healthcare Officer, tugas Ayubi mencakup tiga hal. Pertama, menyatukan bagian-bagian yang terpisah dalam satu ekosistem kesehatan. Bagian-bagian ini, mulai dari R&D hingga ritelnya, selama ini seperti tidak saling ngomong. Contoh saja, bagian R&D tak jarang meneliti sesuatu yang sering kali tak diinginkan oleh pasar. Bagian manufaktur atau produksi juga tidak jauh beda, memproduksi sesuatu yang tak diserap pasar.

“Kenapa? Karena enggak nyambung antara R&D dengan produksinya, dengan ritelnya, dengan kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

Karena itulah, fragmen-fragmen yang terpisah ini harus disatukan (connecting the dot). “Enggak ada cara lain selain digitalisasi. Jadi harusnya kelihatan, kalau produk di ujung sana belum laku, di sini harus stop produksi. Pabriknya bisa diutilisasi untuk yang lain,” ujarnya.

Setelah berbagai fragmen ini terhubung secara digital, tugas kedua adalah generate business value. Business value yang pertama adalah efiseinsi. Dalam hal ini, digitalisasi harus menghasilkan efisiensi misalnya dari sisi biaya pokok produksi. Business value yang kedua adalah new revenue. Jadi produk-produk yang sebelumnya tidak pernah ada menjadi ada dengan digitalisasi. Misalnya, telemedicine. Business value yang ketiga adalah customer experience. Customer experience harus ditingkatkan dengan adanya digitalisasi. Kemudian business value yang keempat adalah percepatan R&D dan yang kelima mendukung public health initiative. Bio Farma dalam hal ini memberikan dukungan terhadap berbagai program pemerintah. Salah satu program pemerintah tersebut adalah program vaksinasi bagi 70% penduduk Indonesia. Bio Farma memiliki peran sentral. Selain sebagai produsen vaksin, perusahaan ini juga memastikan pergerakan vaksin yang mencapai 600 juta pertantau secara digital

Adapun tugas ketiga sebagai Chief Digital Healthcare Officer adalah mempercepat tugas pertama dan kedua.